Rabu, 18 Februari 2015

Mencari Jalan Terang


Tapi sayangnya, ketika terang sudah kita dapat, saat kita bisa melihat dengan jelas karena adanya cahaya atau sinar, kadang kita lupa bersyukur. Kita hanya merasa biasa-biasa saja matahari bersinar membuat kita bebas melihat apa saja tanpa bantuan lampu atau lilin. Tak jarang, malah kita mencaci matahari saking panasnya bersinar. Malam hari, saat listrik memberikan terang melalui lampu yang menyala, kita pun sudah merasa biasa-biasa saja. Padahal, di luar sana, barang kali masih banyak orang yang belum mendapat saluran listrik hingga tiap malam hanya diterangi temaram bulan purnama atau lampu minyak dan lilin.

Sadarkah kita, kalau sebenarnya sinar terang itu adalah kenikmatan mutlak yang telah diberikan kepada kita. Coba ingat saat tiba-tiba lampu mati. Tak jarang orang segera mengutuk kegelapan yang terjadi. Betapa tidak nyamannya gelap. Inilah yang patut kita renungkan, betapa terang adalah sebuah keberkahan. Itulah mengapa, bagi saya unsur terang ini mengajarkan setidaknya dua hal.

Pertama, tentang terang ini, saya jadi ingat sebuah ungkapan yang diucapkan orangtua zaman dulu, “Golek dalan padhang.” Arti harfiahnya: carilah jalan terang. Orangtua selalu menganjurkan anak-anaknya untuk tidak mendekati kegelapan—yang bisa diartikan sebagai hal-hal negatif. Dulu, saat masih belum masuk listrik, ketika anak-anak sedang asyik bermain-main, menjelang sore hari saat senja mulai merambat, orangtua biasanya juga segera minta anak-anaknya pulang ke rumah. Dari kedua kondisi tersebut, dari kecil—sadar atau tidak—kita sudah diajarkan untuk selalu menjadikan terang sebagai bagian dari kehidupan.

Artinya, sedari dini, sebenarnya kita sudah ditanamkan nilai-nilai kebaikan. Dalan padhang atau jalan terang menjadi satu tujuan yang telah dibiasakan orangtua untuk jadi pengingat, bahwa seharusnya kita bisa menjaga diri dari hal-hal negatif. Kalau pun masuk di kondisi yang gelap, kita pun diajarkan untuk segera mencari jalan terang agar tidak terjerumus lebih dalam kepada kegelapan.

Maka, jika kita berpedoman pada “jalan terang” ini, sebenarnya kita sudah punya “panduan” hidup. Ibarat satu titik terang di tengah kegelapan, di sanalah biasanya kita bisa mencari jalan keluar dari kegelapan. Titik terang itulah yang membuat hati, pikiran, dan perasaan mampumengarahkan tindakan pada nilai-nilai positif yang akan membawa kebaikan.

Kedua, terang juga mengajarkan bagaimana seharusnya kita bisa memandang segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. Saat diliputi oleh terang, kita bebas melihat sebuah objek. Apakah objek itu baik, buruk, butuh dipoles, atau sebaiknya ditinggalkan sejak dini. Artinya, dengan terang—mulai dari menerangi pikiran—akan merembet pada hal lain yang kita perlukan untuk menyaring banyak hal di sekitar. Saat pikiran terang, hati tenang, jiwa lapang, kita akan padhangpula untuk melihat segala sesuatu dengan berbagai pertimbangan. Kita tak akan gegabah untuk memilih dan memilah sesuatu.

Terang mengajarkan banyak hal dalam kehidupan. Untuk itu, mari selalu mensyukuri terang dan nikmat yang bisa kita peroleh. Dan, ingat selalu, bahwa sehabis gelap, pasti akan selalu muncul terang. Sehabis malam, pasti datang pula siang.

Semoga tulisan ini dapat membantu kita semua untuk selalu mampu berpikir terang, dan tetap optimis di dalam kondisi apa pun yang kita hadapi saat ini. Sehingga, kita mampu menegakkan kebaikan di setiap kesempatan.

Salam sukses luar biasa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar